CDI atau Capacitor Discharge Ignition
adalah sistem pengapian pada mesin pembakaran dalam dengan memanfaatkan
energi yang disimpan didalam kapasitor yang digunakan untuk
menghasilkan tengangan tinggi ke koil pengapian sehingga dengan output
tegangan tinggi koil akan menghasilkan spark di busi. Besarnya energi
yang tersimpan didalam kapasitor inilah yang sangat menentukan seberapa
kuat spark dari busi untuk memantik campuran gas di dalam ruang bakar.
Semakin besar energi yang tersimpan didalam kapasitor maka semakin kuat
spark yang dihasilkan di busi untuk memantik campuran gas bakar dengan
catatan diukur pada penggunaan koil yang sama. Energi yang besar juga
akan memudahkan spark menembus kompresi yang tinggi ataupun campuran gas
bakar yang banyak akibat dari pembukaan throttle yang lebih besar.
Skema CDI secara umum ( diambil dari www.crustyquinns.com) |
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan
bahwa CDI yang kita pasang untuk pengapian sangat berpengaruh pada
performa kendaraan yang kita gunakan. Hal ini disebabkan karena dengan
penggunaan pengapian yang baik maka pembakaran di dalam ruang bakar akan
tuntas dan sempurna sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran akan
optimal. Kenapa panas sangat berpengaruh? Karena disain dari mesin
bakar itu sendiri, yaitu mengubah energi kimia menjadi energi panas
untuk kemudian diubah menjadi energi gerak. Semakin panas hasil
pembakaran di ruang bakar artinya semakin besar ledakan yang dihasilkan
dari campuran gas di ruang bakar sehingga menghasilkan energi gerak yang
besar pula di mesin. Panas disini adalah panas yang dihasilkan murni
dari ledakan campuran gas bakar, bukan karena gesekan antar komponen
didalam ruang bakar. Dengan kata lain panas yang dimaksudkan adalah
panas ideal yang dapat dihasilkan dari pembakaran campuran gas bakar
dengan energi dari sistem pengapian yang digunakan.
Bagaimana kita mengetahui besarnya energi
dari sistem pengapian (pada kasus ini CDI) yang kita gunakan? Besarnya
energi ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar untuk
menghitung energi kapasitor yaitu : e=1/2*c*v*v. Dimana c adalah
besarnya kapasitor yang digunakan (dalam satuan Farad) dan V adalah
tegangan yang disimpan di kapasitor tersebut. Misalkan saja kapasitor
yang digunakan 1uF dan tegangan yang disimpan 300V maka energi dari
kapasitor tersebut dihitung menggunakan rumus tadi adalah 45 mili Joule.
Energi inilah yang akan dikirimkan ke busi melalui koil yang kemudian
akan digunakan untuk memantik campuran gas di ruang bakar. Oleh karena
itu semakin besar energi ini, semakin kuat spark yang dihasilkan oleh
busi.
Spark energy |
Besarnya energi ini biasanya (dan
seharusnya) disebutkan pada spesifikasi CDI yang kita gunakan. Kenapa?
Karena inilah inti dari CDI itu sendiri, yaitu energi yang dihasilkan.
Disinilah kita bisa membandingkan atau memberikan suatu justifikasi
bahwa sebuah CDI lebih powerfull dibandingkan CDI lain ataupun CDI
bawaan standar pabrikan kendaraan. Namun bagaimana jika spesifikasi dari
CDI yang kita gunakan tidak menyebutkan besarnya energi yang
dihasilkan? Tentunya produsen CDI yang baik akan memberikan
besaran-besaran spesifikasi lain yang digunakan oleh CDInya. Biasanya
produsen akan memberikan tegangan output CDI, arus yang dikonsumsi, dan
range RPM yang bisa dilayani oleh CDI tersebut. Disini masih ada satu
pertanyaan untuk mencari nilai C yang digunakan, karena besarnya energi
dihitung dengan nilai C kapasitor sedangkan produsen CDI memang jarang
menyebutkan berapa besar C kapasitor yang digunakan.
Bagaimana kita mendapatkan besaran nilai C
kapasitor? Tentu saja dengan menggunakan kembali parameter spesifikasi
CDI yang diberikan oleh produsen. Dari teori rangkaian listrik pada
suatu sistem bahwa jumlah daya yang dikeluarkan maksimum sama dengan
daya input (pada efisiensi 100%), maka kita dapat memperoleh selain
nilai C kapasitor juga nilai energi yang digunakan. Daya input dihitung
dengan P = V*I, dimana V adalah sumber tegangan untuk mencatu CDI, yaitu
baterai (accu) dan I adalah arus dari baterai yang dikonsumsi CDI pada
RPM maksimum yang masih dapat dilayani CDI.
Misalkan pada suatu CDI diketahui spesifikasi sebagai berikut :
tegangan kerja : 11 – 14.5 V
konsumsi arus : 0.1 – 0.75 A
tegangan output: 300 V
range RPM : 500 – 20000 rpm
Dari spesifikasi diatas dapat kita
peroleh daya input CDI adalah P = 12 * 0.75, hasilnya adalah 9 watt.
Disini digunakan V = 12 karena memang baterai (accu) yang umum digunakan
di kendaraan (motor) adalah tipe 12 volt. Arus (I) yang digunakan
adalah 0.75 A (arus maksimum dengan acuan spesifikasi di atas) karena
arus inilah yang digunakan untuk mengisi kapasitor pada RPM maksimum CDI
(20000 rpm). Kenapa menggunakan acuan pada kondisi rpm maksimum? Karena
CDI tersebut didisain untuk bekerja pada range RPM rendah- tinggi (500 –
20000 rpm). Semua disain CDI dihitung pada kondisi maksimum agar dapat
beroperasi pada range RPM, karena pada RPM maksimum sistem CDI harus
mengisi kapasitor sampai tegangan out yang ditentukan (300 V) sebelum
satu putaran crankshaft. Karena setiap satu putaran crankshaft pasti
tegangan tersebut akan dilepaskan ke koil sebagai akibat posisi sensor
yang ditempatkan di magnet. Sehingga pengapian terjadi setiap 360
derajat atau dengan kata lain pengapian terjadi pada langkah kompresi
dan langkah buang. Agar kapasitor dapat terisi penuh sebelum sensor
mentrigger di semua range RPM maka waktu maksimum untuk mengisi
kapasitor harus kurang dari waktu putaran crankshaft pada RPM maksimum.
Pada kasus ini waktu pengisian harus < 0.003 detik, yang didapatkan
dari rumus T=1/f, dimana f adalah RPM maksimum (20000 rpm = 333,333 Hz).
Dengan daya out CDI yang telah diketahui
yaitu 9 watt, dapat kita hitung berapa energi yang dilepaskan oleh CDI.
Energi inilah yang menjadi jaminan kualitas CDI yang kita gunakan.
Energi ini dihitung dengan rumus P = E/T atau menjadi E = P*T. T disini
adalah waktu pada RPM maksimum yaitu 0.003 sekon ( T=1/f, f=333.333Hz).
Sehingga diperoleh E = 9*0.003 sama dengan 0.027 Joule. Dengan rumus
energi kapasitor maka diperoleh besaran C = 2*E/(V*V) yaitu 0.0000006
Farad atau 0.6 mikro Farad.
capacitor |
Dengan teori daya, maka daya yang
dikeluarkan CDI maksimum sama dengan daya input yaitu 9 watt. Disini
diasumsikan efisiensi sistem adalah 100 %. Pada kenyataannya tidak ada
sistem yang memiliki efisiensi 100 %. Pada prakteknya efisiensi untuk
pembangkitan tegangan tinggi seperti CDI berkisar di 80-85%, namun
dengan disain rangkaian dan penggunaan komponen yang baik dapat
diperoleh efisiensi 90%. Efisiensi lebih dari 95% belum dapat dicapai
dengan teknologi komponen yang ada saat ini. Efisiensi 100% digunakan
hanya untuk mempermudah hitungan kita saja, namun untuk hasil
perhitungan yang lebih akurat sebaiknya besarnya efisiensi juga harus
diperhatikan.
Energi 0.027 Joule diperoleh dengan
efisiensi 100%, bagaimana jika efisiensi bukan 100%? Katakanlah desain
CDI memiliki efisiensi 85%, maka energi output CDI adalah 0.0229 Joule.
Pada mesin bakar ada parameter MIE (Minimum Ignition Energy) atau energi
minimum yang dibutuhkan agar mampu membakar gas di dalam ruang bakar.
Besarnya MIE ini untuk tipikal mesin 1 silinder adalah 0.020 Joule. Dari
sinilah kita bisa mengetahui sebenarnya seberapa baikkah CDI yang kita
gunakan. Dari kasus diatas ternyata beda energi CDI hanya sekitar 0.0029
Joule yang artinya sangat kecil. Artinya apakah dengan mengganti CDI
dengan yang kita gunakan saat ini telah sesuai dengan ekspektasi?
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa
produsen CDI yang baik harus mencantumkan energi dari CDI mereka karena
hal inilah yang menjadi jaminan bahwa produk mereka memang bagus. Karena
energi CDI ini sangat bergantung pada arus input, maka tak heran jika
produsen CDI terkemuka selalu mengeluarkan spesifikasi CDI sesuai dengan
keperluannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi “tekor” pada accu
yang digunakan. Sebagai contoh, pada aplikasi CDI untuk keperluan harian
(daily use) harus dikompensasi antara energi yang digunakan dengan
pemakaian arus yang tidak melebihi kapasitas pengisian accu. Contoh
lainnya pada aplikasi pengapian untuk drag bike. Untuk kasus ini
mungkin saja tidak memperhitungkan berapa arus pengisian accu. Karena
pada drag bike mesin hanya hidup selama beberapa menit saja dan selama
itu pula semua sumber daya yang ada di mesin di explore
sebanyak-banyaknya termasuk penggunaan energi CDI sebesar-besarnya
dengan arus maksimal dari accu yang digunakan.
Timing pengapian dan setingan lain tentu
juga berpengaruh pada hasil akhir performa mesin, namun jika kita lihat
dari sisi CDI itu sendiri, energi output lah yang menentukan kualitas
CDI. Dengan timing dan setingan lain yang sama, CDI dengan energi yang
lebih besar akan menghasilkan performa mesin yang lebih baik.
Dari paparan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tidak mungkin membuat CDI dengan spesifikasi “high
energy” namun dengan konsumsi arus yang kecil, dan tentu saja hal ini
bertentangan dengan hukum daya. Ingatlah bahwa rumus daya, tegangan,
arus (hukum kekekalan energi) adalah sudah matang alias sudah tidak
bisa diutak-atik lagi sehingga semua hitungan dari spesifikasi CDI jelas
tidak berbohong.
tanpa bermaksud untuk menggurui Semoga tulisan ini bermanfaat dan semakin
menambah wawasan kita bersama mengenai apa itu CDI, bagaimana CDI yang baik dan
seberapa besar energi pembakaran yang dihasilkan serta apa saja
konsekuensi yang ditimbulkan dengan penggunaan CDI yang kita gunakan.
0 komentar:
Post a Comment